Selasa, 28 Januari 2014

Cerita Tentang Ibu

IBU.
Selalu menyenangkan saat aku membaca cerita tentang ibu. Terlebih karena aku terharu, dan tak urung aku sering menangis saat membaca kisah tentang ibu.
Seperti halnya sore ini saat aku membaca cerita dari novel karya Bang tere tentang serial anak mamak yg ELIANA.
Hehe, sekali lagi aku menangis dan terbawa suasana saat membaca kisah-kisah novel bang tere. Selain bahasanya yg mudah dicerna, nasehat kehidupannya betul-betul menampar telak saat membacanya.
Di bagian cerita yg berjudul “mamak sayang kau” pada bagian ketiga, aku sempurna meneteskan air mata. Bagaimana tidak? Rasanya aku seperti melihat flash back kehidupanku yg tertuang pada cerita itu.
Di cerita itu dijelaskan bahwa eliana merupakan anak sulung yg selalu disuruh-suruh oleh ibunya dalam melakukan sesuatu. Seperti membantu mencuci piring, mengepel dan pokoknya semua tugas rumah tangga membantu mamaknya (ibunya). Sebenarnya bukan itu yg membuat eliana sebal pada mamaknya saat itu, tp dia sebal saat dia selalu disuruh-suruh memantau adik-adiknya yg nakal-nakal. Eliana di cerita dituntut harus tahu hal apa saja yg dilakukan adik-adiknya, membangunkan mereka bila mereka terlambat bangun, melerai mereka bila bertengkar, pun mencegah hal-hal yg membuat adiknya melakukan hal-hal yg tidak baik.
Pernah dalam sehari eliana diomeli mamaknya terus gara-gara ia lalai menjaga adik-adiknya seperti adiknya bertengkarlah, adiknya bangun terlambatlah, adiknya yg tdk segera sarapanlah dsb. Eliana hanya mendengus kesal sampai-sampai dlm hati hanya bilang “memangnya aku jam weker mrk (adik-adik eli)? Apa-apa yg dilakukan harus aku ketahui. Mrk yg salah aku yg dimarahi”. Dan ujung-ujung suatu saat eli tiba-tiba lalai pas menemani adiknya nonton layar tancap, adiknya saat itu ga sengaja menginjak beling hingga kakinya berdarah hebat dan dibawa ke puskesmas. Eli yg waktu nonton lalai menjaga adiknya krn asik ngobrol dg teman sekolahnya, hanya cemas pas waktu pulang tdk menemukan adiknya. Hingga saat pulang ia baru tahu kalau adiknya kecelakaan. Mamaknya tidak memarahinya, tetapi mendiamkannya tanpa sepatah katapun. Memang benar. Dimarahi itu bukan hal yg paling menyakitkan, tapi yg paling menyakitkan adalah saat kita diacuhkan, didiamkan, dan dianggap tidak ada.  Hingga eli akhirnya kabur dari rumah.
Saat masa kabur, ibunya tidak mencarinya, dan eli selama masa kabur hanya merutuki sendiri bahwa mamaknya betul-betul sudah tdk peduli lagi krn dia kabur selama tiga hari tdk dicari/dijemput sama sekali. Nah, endingnya itu yg bikin aku nangis. Yaitu pas eli yg sebenarnya udah dibujuk paksa oleh bapaknya utk pulang tp bersikeras tdk mau pulang. Dan malam itu pula pukul 12 malam tepat Eli disuruh pura-pura tidur oleh wawaknya (Eli disini kabur ke rumah wawaknya). Dan Eli akhirnya menyaksikan sendiri kalau ternyata pas masa kabur mamaknya setiap malam waktu eli sudah tidur, beliau ke rumah wawaknya untuk memastikan eli sudah tidur.
Hehe, knp aku jadi nulis sinopsis coba???
Membaca cerita ini aku betul-betul liat potret diri deh. Hahaha
Tahu beda kisah aja yg intinya sama.
Sebenarnya wajar-wajar aja sih anak perempuan selalu disuruh bantu ibunya. Aku juga sering suruh bantu ibu. Tapi aku sering dimarahi ibu sampai-sampai aku selalu sebal sama ibu. Aku sebal sama ibu bukan krn aku disuruh ini itu, tapi krn ibu selalu mengomeliku mengerjakan sesuatu dgn segera. Ibu hafal betul tabiat malesku dan sering nunda-nunda pekerjaan jadi ibu sebal dan selalu saja marah saat aku tidak segera nyapu dan ngepel.
Aku sering debat sama ibu krn aku sudah bosan mendengar omelan ibu  yg harus begibi-begini. Mbak iparku punya sifat sama dgnku yaitu suka nunda-nunda pekerjaan, jadi dulu pas waktu mas dan mbakku tinggal di rumah ibu, mbak iparku tdk betah krn sering ditegur ibu. hehe, calon adik iparku harus rajin nih bila ingin merebut hati ibu :P
Sebenarnya aku sering menangis bila dimarahi ibu (diam-diam tapi). Bukan krn sakit hati waktu dimarahi, terlebih krn aku marah pada diri sendiri yg selalu buat ibu marah. Pernah pula aku berangkat kuliah atau ke kampus setelah bertengkar dgn ibu pagi-pagi dgn alasan yg selalu sama (ibu marah krn aku nunda-nunda pekerjaan lagi), aku kemudian saat itu berangkat kuliah tanpa pamit. Aku selalu pergi pamit dg cium tangan baik itu pergi kuliah, atau hanya ke kampus, atau bahkan pergi main kemana pun. Pas kejadian itu aku seharian di kampus ga bisa senyum. Pas perjalanan naik motor aja aku nangis. Adakalanya aku memang nangis habis bertengkar dg ibu.
Sebenarnya aku sangat tahu knp ibu selalu bersikeras membuat aku disiplin. Hal tersebut krn ibu ingin aku menjadi cewek yg cekatan dan disiplin. Apalagi di usiaku yg sekarang, tentu sebenarnya udah kebangeten jika aku belum bisa disiplin mengingat usiaku sudah pantas menikah.
Ah, ibu. bahkan sebenarnya aku selalu ingin memeluk ibu. kadang saat ibu marah aku ingin mengucap maaf. Bahkan berterima kasih saja aku jarang atau tidak pernah mengatakan. Aku tak terbiasa jadi aku malu. Adikku pun demikian. Tepat saat ayah pergi meninggalkan saat aku masih kecil, ibu mulai berjuang untuk bekerja membiayai sekolahku dan adikku. Aku tinggal di asrama selama 6 tahun dari smp hingga sma. Kemudian pas kuliah aku baru tinggal di rumah. Tapi siapa sangka, tinggal di rumah aku malah sering dimarahi dgn ibu. krn aku tidak terbiasa dgn sifat disiplin ibu yg harus dilakukan sekarang, sekarang dan sekarang. Ibu betul-betul mendidikku agar disiplin dan cekatan dalam mengerjakan urusan rumah tangga. Padahal kerjaanku di rumah cuma nyapu, ngepel dan cuci piring. Untuk urusan masak sampai skrg masih dihandle ibu.
Ibu, aku tahu ibu sangat sayang sekali sma kami (aku, adik, kakak). Bahkan ibu mementingkan kami saat ditinggal ayah. Ibu bisa saja menikah lagi saat ditinggal ayah, tapi ibu memilih menjadi single parent. Bekerja semampunya hingga sekarang? Bahkan aku bisa kuliah tanpa biaya ibu. itu tak lepas dari perjuangan ibu selama ini yg menyekolahkanku di sekolah dgn asrama yg baik, menjaga agar akhlakku tetap baik, dan terakhir saat ibu membantu mengurus pendaftaranku masuk tes perguruan tinggi dan pakai beasiswa. Kalau saja dulu Bu Pur tidak segera menyuruhku untuk mengikuti program bidik misi, mungkin aku akan kuliah dgn hasil ibu jual tanah warisan, atau pinjam uang paman dan bank. Untung hal tersebut tidak terjadi.
Allah, terimakasih membiarkanku lahir dari rahim seorang ibu yg luar biasa ini. Bagiku, ibu adalah harta yg paling paling paling berharga nomor satu di dunia ini. Selamanya.

Tidak ada komentar: